JAKARTA- Pembangunan IKN harus lebih cermat dan hati hati dengan mempertimbangkan dan mengedepaknkan social security, kesetaraan politik, keseimbangan ekologis, dan pemerataan ekonomi guna menghindari ketimpangan sosial.
Dosen Fakultas Ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Mulawarman (Unmul) Dr. Muhammad Arifin, M. Hum menjelaskan hal ini dalam wawancara menanggapi pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara, beberapa hari lalu, di kampus Unmul, Samarinda.
Baca juga:
Tony Rosyid: Berebut Anies Baswedan
|
"Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) adalah sebuah tatanan sosial baru melalui rekonsiliasi sosial, politik dan ekonomi. Tatanan yang baru ini tentu saja jika tidak dikelola dengan baik bisa dan akan melahirkan segregasi (pemisahan) dan ketimpangan sosial yang baru di dalam masyarakat. Argumen yang pertama mengapa disebut rekonsiliasi sosial karena salah satu alasan pemindahan ibu kota baru adalah social carrying capasity terhadap kepadatan penduduk Kota Jakarta. Arguman kedua soal rekonsiliasi politik adalah bagian dari bargaining politik dan pencitraan politik penguasa kepada rakyat. Arguman ketiga, rekonsiliasi ekonomi yang dimaksudkan untuk pemerataan ekonomi dari kawasan barat ke timur dan tengah, " tutur M. Arifin, Jakarta ( 03/03/23).
Dosen Fisip ini menambahkan terhadap beberapa argumen yang sudah disampaikan, pemindahan IKN ini juga bukan hanya memindahkan infrastruktur fisik dan sosial politik, tetapi juga pemindahan pembentukan struktur sosial baru di Kalimantan Timur. Dampak yang dihasilkan dari pembentukan struktur sosial baru adalah terbangunnya relasi sosial yang bisa seimbang atau pun timpang dan resistensi sosial secara horisontal antara warga ibu kota baru dan masyarakat sekitar, sehingga melahirkan segregasi dan ketimpangan sosial yang baru.
"Terhadap pembangunan IKN di Kalimantan Timur sebaiknya pembangunan IKN harus lebih cermat dan hati hati dengan mempertimbangkan dan mengedepakankan social security, kesetaraan politik, keseimbangan ekologis, dan pemerataan ekonomi, " tutupnya mengakhiri.
Sumber : Dr. M Arifin.
Penulis: MR/FR