Hendri Kampai: Pajak untuk Apa?

    Hendri Kampai: Pajak untuk Apa?

    PAJAK - "Pagi-pagi, aku terbangun dengan rutinitas yang sama—bekerja, membayar tagihan, dan tentu saja, membayar pajak. Aku sering merenung, kenapa rasanya hidup ini seperti siklus tanpa ujung? Gajiku dipotong pajak setiap bulan, tapi aku ikhlas. 'Untuk negara, ' pikirku. Tapi setelah gaji itu diterima, hampir semua yang kuhabiskan juga kena pajak. Belanja bahan pokok di pasar, pajak. Beli keperluan rumah tangga di supermarket, pajak lagi. Bahkan, sekadar makan di warung nasi, juga tak luput dari pajak. Aku sering bertanya-tanya, apa sebenarnya bentuk nyata dari semua pajak yang telah kubayar?

    Kemudian, aku keluar rumah. Jalan yang kulalui, harus bayar tol. Baiklah, mungkin untuk perawatan jalan tol itu. Tapi bagaimana dengan jalan-jalan kecil di kota? Berlubang di sana-sini, tak jarang menimbulkan kecelakaan. Katanya ada anggaran perbaikan jalan, tapi mana buktinya? Kalau sakit, jangan harap gratis. Rumah sakit penuh tagihan yang kadang lebih menakutkan daripada penyakit itu sendiri. Sekolah? Bayar juga. Katanya pendidikan adalah hak dasar, tapi kenapa justru terasa seperti barang mewah? Dan yang paling membuatku menyesakkan dada, beli bahan bakar, mahalnya luar biasa. Katanya subsidi dihapuskan, tapi ke mana uang itu dialihkan?

    Lalu berita datang. Gaji ASN dinaikkan. 'Mungkin biar lebih semangat bekerja, ' pikirku. Tapi apa benar? Ketika aku pergi mengurus dokumen di kantor pemerintah, aku hanya menemui wajah-wajah lelah dan nada bicara yang ketus. Belum lagi pungli. Ah, pungli itu sudah seperti noda di kain putih. Aku muak. Semua ini membuatku bertanya, di mana letak keadilan bagi rakyat kecil seperti aku? Aku, yang membayar pajak tanpa protes, hanya berharap sedikit kemudahan hidup.

    Aku tidak iri dengan ASN. Aku tahu mereka juga manusia yang butuh hidup layak. Tapi bukankah semestinya kenaikan gaji itu berbanding lurus dengan pelayanan publik yang lebih baik? Bukankah mereka digaji dari uang rakyat, dari pajak yang kami bayar? Lalu, kenapa justru kami yang dibuat merasa menjadi beban?

    Pernah aku duduk berbincang dengan temanku yang seorang guru honorer. Ia berkata, 'Negara ini selalu meminta kita taat, tapi apa negara sudah benar-benar hadir untuk kita?' Aku terdiam. Kata-katanya menusuk. Ia benar. Kami taat membayar pajak, tapi ke mana perginya uang itu? Jalan rusak. Sekolah mahal. Rumah sakit mencekik. Subsidi dicabut. Pungli di mana-mana. Pelayanan publik tak memuaskan. Jadi, apa sebenarnya bentuk pengembalian pajak kepada rakyat?

    Aku tidak ingin menjadi pemberontak. Aku hanya rakyat biasa yang ingin hidup lebih baik. Aku hanya ingin merasakan bahwa negara ini benar-benar peduli. Apakah itu terlalu banyak untuk diminta? Sebuah kehadiran nyata dari negara, untuk rakyatnya yang selalu taat."

    Jakarta, 27 Desember 2024
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai pajak
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Saat Kenaikan Pajak Menjadi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Locca Space: Panggung Kreativitas Fashion Lokal Lombok yang Mencuri Perhatian
    Pengamanan Natal 2024 Dan Tahun Baru 2025 Polsek Purwasari Pastikan Rasa Aman Dan Nyaman Untuk Masyarakat 
    Berantas Pelaku Pembuat Guan Kamtibmas di Perbatasan Wilayah Hukum Polsek Tempuran, Paska Pilkada Personil Laksanakan Patroli Presisi  

    Ikuti Kami